Laman

TIARA KALAM

Ketika Tuhan merajut kehidupan, kemudian menyulam di atas rajutan itu sebuah lukisan nasib dengan texture yang sangat menyentuh perasaan; sayang kebanyakan dari kita memandang sulaman tersebut dari sisi sebelah bawah.
Sisi dimana benang-benang nasib saling tumpuk berhimpitan yang dalam pakem manusia sering disalahtafsirkan.
Andai saja kita mau untuk sedikit relijius atau anggaplah bahwa hidup ini ibarat sebuah gurindam; tinggi rendahnya suara justru membuat cirikhas tersendiri yang sedap untuk didengar. Melodius.
Karena ingin serba cepat, suratan Tuhan pun lalu terasa lamban. Sehingga tak ayal, ada saja kelakuan yang minor dalam menyikapi hidup ini.
Lalu diramallah, dimodifikasilah kehidupan ini dengan bid'ah ke dalam versi serba cepat.
Cepat kaya, cepat mapan, cepat terkenal dengan mengabaikan akibat yang bakal menimpa anak cucu. Boro-boro memikirkan analisa mengenai dampak lingkungan. Mbel gedes!!!
Padahal apabila sulaman kasih Tuhan tersebut dilihat dari sisi sebelah atas; betapa indahnya hidup ini.
Geografi negeri ini yang mendapat julukan Jamrut Khatulistiwa sebagai modal, alangkah sia-sianya kita buat. Emas, Perak, minyak, uranium dan hutan pemberian Tuhan; mubazir tak ternikmati.
Seandainya boleh memilih di mana kita harus lahir, pasti akan memilih lahir di negeri yang setiap bayi lahir tak dibebani hutang.
Yaitu negeri di mana belajar baca-tulis dan berhitung selain murah, juga diberi extra fooding.
Selain itu, para pamongnya pun punya sifat tut wuri handayani.
oh... God ! I hope so !
-Dimaz Ismael Muhammad-
(pernah terbit di HOTSHOP 2006)
»»  READMORE...